Kenaikan Minyak Dunia Titik Rentan Jokowi

Ilustrasi (SHUTTERSTOCK)



Beberapa hari terakhir, harga minyak dunia terus bergerak liar tak menentu. Sebelumnya, harga minyak dunia terus turun hingga sempat menyentuh level USD 57 per barel. Namun, belum sempat bernapas lega, tiba-tiba harga minyak dunia berbalik arah melesat naik.

Pada akhir perdagangan Kamis (13/12) atau Jumat (14/12) pagi WIB, harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Januari 2019 naik. Kenaikan sebesar 1,43 dolar AS menjadikan harga minyak menjadi 52,58 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent juga mengalami kenaikan. Untuk pengiriman Februari 2019 naik 1,3 dolar AS menjadi ditutup pada 61,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Kemudian, keadaan kembali berbalik. Pada penutupan akhir pekan, harga minyak mentah turun pada penutupan perdagangan Jumat (14/12) atau Sabtu (15/12) pagi WIB. Penurunan tersebut ditengarai akibat data ekonomi Republik Rakyat China yang melemah. Pasar mengkhawatirkan hal ini, terutama akan imbasnya berupa menurunnya permintaan minyak dunia. Pasalnya, negara dengan penduduk sekitar 1,3 miliar tersebut merupakan importir minyak terbesar di dunia.

Melansir dari Reuters, Sabtu (15/12/2018), harga minyak mentah Brent International turun USD1,33 atau 2,16% menjadi USD60,12 per barel. Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) turun 2,6% menjadi USD51,20 per barel.

Pelemahan harga ditepis pemotongan suplai


Gejolak global yang tidak menentu ikut menyebabkan harga minyak terombang-ambing. Bahkan disinyalir, harga minyak akan naik karena pasokan minyak global lebih rendah akibat kesepakatan pemotongan produksi oleh negara-negara OPEC. Bersama negara produsen non-OPEC yaitu Rusia, OPEC ingin meningkatkan harga minyak dunia dengan memangkas produksi 1,2 juta barel per hari, atau lebih dari 1% dari permintaan global. Tidak tanggung-tanggung, demi harga minyak dunia kembali melesat naik, pemimpin OPEC saat ini, yaitu Arab Saudi berencana mengurangi produksi. Targetnya menjadi 10,2 juta barel per hari pada bulan Januari 2019.

Disamping itu, produksi minyak Brent yang lebih rendah di Kanada, Rusia dan Laut Utara turut mendorong kenaikan harga minyak. Badan Energi Internasional (IEA) juga mengungkapkan, untuk pasokan non-OPEC, telah merevisi perkiraan pertumbuhan untuk 2019 turun 415 ribu barel per hari. 

Revisi tersebut sebagian karena pemotongan produksi dari Rusia yang disepakati pekan lalu, dan pertumbuhan yang lebih rendah di Kanada. Stok minyak mentah AS juga turut memberi pengaruh dalam pergerakan harga minyak dunia.

Politisasi harga BBM di tahun Pemilu


Sebenarnya naik turunnya harga BBM selalu menjadi alat yang dipergunakan oleh para politisi, baik itu oposisi maupun dari pemerintah. Terlebih di tahun penyelenggaraan Pemilu. Seperti yang dilakukan SBY menjelang Pemilu 2009.

Tercatat tiga kali SBY melakukan penurunan harga BBM menjelang Pemilu 2009. Pertama, pada Desember 2008, harga BBM turun Rp 500 per liter.  Premium menjadi Rp 5.500 per liter. Kemudian, dua pekan kemudian, premium turun lagi Rp 500 menjadi Rp 5.000 per liter. Ketiga,  pada 29 Januari 2009, sekitar lima bulan sebelum Pemilu Presiden 2009, harga BBM kembali turun Rp 500 per liter. Premium dan solar menjadi Rp 4.500 per liter.

Langkah tersebut dianggap efektif oleh para pengamat. Membentuk pencitraan positif di mata rakyat. Namun kebijakan tersebut sangat mahal harganya. Kebijakan pencitraan ini menjadi biang kerok karena menyebabkan beban anggaran negara kian membengkak. Kebijakan ini dianggap sebagai kesalahan terbesar yang menyebabkan Indonesia terjebak dalam jerat subsidi BBM yang membebani APBN.

Kenaikan harga BBM di tahun 2019 bisa saja terjadi, mengingat dinamika global yang selalu terjadi. Terlebih kebijakan penurunan produksi minyak yang telah disepakati negara-negara OPEC dan non OPEC yang bertujuan menjaga harga minyak tetap tinggi. Hal ini harus diwaspadai. Karena bila terjadi, Jokowi dan partai pendukungnya yang tergabung dalam koalisi akan mendapat sorotan masyarakat. Apalagi bila terjadi mendekati waktu pencoblosan 17 April 2019.

---
Artikel ini juga dipublikasikan di dindindonk.comKompasiana dan kabargolkar.com.