Tebak Cawapres Jokowi, Bukan Sekadar Tokoh, Melainkan Politisi Teknokrat


Mencari sosok terbaik sebagai pendamping Jokowi dalam mengarungi kontestasi Pilpres di 2019 semakin menegangkan saja. Tentu saja menegangkan bagi pendukung, baik itu simpatisan, relawan, ataupun partai, maupun sosok yang terang-terangan menyodorkan dirinya atau malu-malu untuk menampakkan dirinya sebagai calon yang pantas menjadi Cawapres Joko Widodo.  Kejadian terakhir semakin menghangatkan pencarian ini. Kejadian yang paling menarik adalah pertemuan Joko Widodo dengan Megawati Soekarno Putri di Istana Batu Tulis, Bogor, pada Minggu (8/7/2018). Kemudian muncul pernyataan bahwa Jokowi telah mengantongi 10 nama yang siap untuk disebutkan di kala ‘cuaca cerah”.
10 nama tersebut akan dibahas oleh Jokowi bersama parpol koalisi. Mulai dari figur-figur cendekiawan, purnawirawan TNI-Polri, politisi serta kalangan teknokrat dan profesional masuk dalam daftar tersebut. Tokoh-tokoh tersebut tentu saja sudah masuk dalam pertimbangan Jokowi dan timnya.
Tokoh seperti apa?
Jadi seperti apa sebenarnya sosok yang dibutuhkan oleh Jokowi? Agenda terbesarnya adalah menuntaskan janji-janji pembangunan. Selama lima tahun pertama, Jokowi gencar sekali mencanangkan pembangunan di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Beberapa ada yang sudah selesai, namun, sebagian besar masih dalam tahap pelaksanaan. Hal ini membutuhkan pengawalan yang jelas demi menuntaskan program-program pembangunannya. Dalam hal ini, Jokowi membutuhkan sosok yang memahami program pembangunan yang telah dicanangkannya, serta memahami proses pembuatan kebijakan pemerintahan untuk mendukung program-program pembangunan tersebut. Dengan kebutuhan mendesak menuntaskan program-program pembangunannya, maka, tokoh yang mendampinginya harus mengerti ekonomi.
Mengapa tidak dari kalangan militer (purnawirawan TNI/Polri) atau tokoh agama? Dari kategori ini, muncul ke permukaan nama tokoh-tokoh tenar seperti Budi Gunawan, Moeldoko, Gatot Nurmantyo, ataupun Tuan Guru Bajang. Yang harus menjadi pertimbangan, saat ini kondisi negara dianggap aman, tidak dalam keadaan perang, dan dianggap sebagai negara muslim modern dan moderat terbesar di dunia. Walau masih ada riak-riak terorisme berbasis agama atau pun separatisme, namun Jokowi terlihat mampu mengendalikannya lewat langkah-langkah yang dilakukan oleh para pembantunya, Panglima TNI, Kapolri, maupun Menkopolhukam.
Kembali kepada tokoh yang paham ekonomi dan pembangunan. Sosok ini memiliki kompetensi teknis, dan biasanya banyak diisi oleh kalangan profesional. Sosok seperti ini adalah teknokrat, menguasai hal-hal yang bersifat teknis dan detil dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sebut saja nama Sri Mulyani, Agus Martowardojo mewakili teknokrat yang memahami sisi ekonomi. Namun, ternyata sosok  teknokrat kadang tidak mampu menembus barikade politis yang siap menghadang kebijakan pemerintahan. Sosok teknokrat murni seperti SMI ataupun AM terlihat gagap menghadapi langkah-langkah politis dari oposisi. Suatu hal yang wajar, karena teknokrat tidak memiliki jaringan untuk melakukan penetrasi dalam dunia politik yang kompleks.
Lalu tokoh berikutnya yang mungkin tampil berasal dari politisi. Sebut aja tokoh parpol koalisi seperti M Romahurmuziy  Ketum PPP, ataupun Muhaimin Iskandar, Ketum PKB. Kedua tokoh ini tentu saja dapat menembus barikade politis yang menghambat pemerintahan. Namun, bagaimana tokoh-tokoh politisi ini mampu menerjemahkan program-program ekonomi dan pembangunan Jokowi? Tanpa pemahaman mumpuni tentang ekonomi dan pembangunan, tentu sosok ini akan tergagap. Sama tergagapnya dengan para teknokrat yang tidak mampu menembus barikade politis lawan-lawan politik Jokowi.
Tokoh dengan pemahaman teknis mumpuni dan kelihaian berpolitik
Ada yang mengatakan, menteri-menteri seharusnya dapat memahami keinginan Jokowi. Tapi tunggu dulu, Para menteri pun harus dipandu secara mendalam agar mereka dapat memahami dan menjiwai betul apa yang diinginkan Jokowi.
Saat ini, fungsi tersebut dijalankan oleh Jusuf Kalla. sosok senior yang paham menerjemahkan keinginan Jokowi dalam melaksanakan program pembangunannya. Pemahaman yang dibangun dari pengalaman sebagai pebisnis yang telah malang melintang mengarungi dunia bisnis dan dunia politik di Indonesia.
Memahami kemampuan yang dimiliki oleh JK ini, sempat ada wacana untuk kembali menduetkannya bersama Jokowi untuk kedua kali. Namun, keinginan tersebut terbentur oleh Undang-Undang. Pada Kamis (28/6/2018) beberapa waktu lalu, Mahkamah Konsititusi (MK) dalam putusannya telah  menutup pintu review terhadap UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Jadi, sosok yang dibutuhkan Jokowi ini tidak hanya sekedar tokoh yang dikenal masyarakat, namun juga dapat memberikan dua hal bagi Jokowi; Pertama, pemahaman teknis terkait program-program pembangunan Jokowi. Kedua, memberikan stabilitas politik, dengan kemampuannya melakukan langkah-langkah politik menghadapi oposisi, dan juga mampu membawa gerbong koalisi dalam gerak harmoni menyukseskan program-pogram pemerintah. Tidak banyak sosok yang masuk dalam kategori ini. Perpaduan seorang teknokrat dan politisi.
Perpaduan kelihaian berpolitik sebagai politisi serta pemahaman teknis mumpuni sebagai seorang teknokrat dapat terlihat dalam sosok Airlangga Hartarto.
Sebagai seorang politisi, Airlangga adalah Ketua Umum DPP Partai Golkar. Partai terbesar kedua dalam Pemilu 2014. Dukungan Partai Golkar akan memberikan stabilitas yang dibutuhkan oleh Jokowi dalam menjalankan program-program pemerintahan. Kemampuannya sebagai seorang teknokrat pun tidak perlu diragukan. Pemahamannya dalam bidang ekonomi bangsa dan negara ini terpatri berkat pengalamannya sebagai legislator DPR RI yang membidangi  energi, lingkungan hidup, riset teknologi, perindustrian, perdagangan, UKMK, Investasi dan BUMN.
Ditambah posisinya saat ini sebagai Menteri Perindustrian RI membuatnya tidak perlu lagi melalui proses ‘learning curve’, mempelajari dan memahami program-program ekonomi dan pembangunan Jokowi. Dengan Airlangga sebagai pendampingnya, Jokowi dapat langsung ‘berlari’ pada termin kedua nanti.
Ditambah, bila melihat syarat PDIP, yang mengisyaratkan bahwa Cawapres Jokowi harus punya visi dan misi memajukan bangsa. Harus memiliki visi politik untuk Indonesia Raya. Hal tersebut terlihat dari program industri ‘Making Indonesia 4.0’ yang dicanangkan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Program ini adalah visi dan misinya membawa Indonesia memasuki revolusi industri tahap 4.0 yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara industri besar. Sebuah visi Indonesia Raya menempatkan Indonesia dalam posisi hebat di kancah global.
Politisi teknokrat perkuat kemampuan pemerintahan
Keberadaan sosok Airlangga Hartarto sebagai tokoh ideal politisi teknokrat sebagai pendamping Jokowi jelas akan memperkuat kapasitas dan kemampuan pemerintahan dalam menjalankan program-program pembangunan. Selama ini, Airlangga juga telah memperlihatkan chemistry serta loyalitas terhadap Jokowi. Jadi, dalam lima tahun mendatang, Jokowi tidak perlu cemas dengan Airlangga sebagai pendampingnya. Dengan memperkuat pembangunan ekonomi, jelas akan memperkuat posisi bangsa dalam jajaran bangsa-bangsa di dunia. Pembangunan ekonomi serta keberlanjutan industrialisasi ini dapat terwujud, namun membutuhkan stabilitas politik.
Jokowi tidak membutuhkan tokoh sebagai pendamping yang dapat menggenjot elektoralnya, karena elektoral Jokowi sudah cukup tinggi. Lagipula, tidak ada tokoh yang lebih tinggi elektoralnya dibanding Jokowi saat ini. Kinerja jauh lebih penting bagi Jokowi. Kinerja yang memberikan stabilitas politik, memberikan pemahaman dan jaminan pelaksanaan berhasilnya program-program pembangunan, ditambah dengan chemistry yang baik serta loyalitas, maka sosok Airlangga Hartarto menjadi sangat penting.
Keberhasilan pembangunan pada periode 2019-2024 sangat penting demi keberlanjutan pembangunan bangsa, menyongsong generasi emas bangsa Indonesia pada tahun 2045. Visi Indonesia 2045 yang maju, kuat, mandiri, adil dan sejahtera. [###]

*Tulisan ini bersumber di dindindonk.com dengan judul sama.