Kebijakan 'No Seks' Jadi Penyebab Takluknya Jerman Lawan Meksiko?

Kebijakan "No Seks" Jadi Penyebab Takluknya Jerman Lawan Meksiko?
no seks selama Piala Dunia, please | retirees-sand.tk
Sebenarnya tidak ada yang aneh jika Meksiko mampu mengalahkan Jerman dengan skor 1-0. Lha, bola itu bundar, anything can happen. Dan Meksiko pun bukan tim sembarangan. Tim langganan Piala Dunia yang sudah banyak makan asam garam untuk menghadapi lawan pada laga selevel Piala Dunia.
Tidak mengagetkan pula bila melihat Jerman bisa keok di kaki Meksiko. Karena, bila melihat pertandingan Piala Dunia yang sudah-sudah, juara bertahan memiliki tren negatif dalam upaya mempertahankan statusnya. 
Lagipula status juara bertahan yang disandang Jerman tentu akan menjadi pemicu bagi lawan untuk berusaha keras melawan serta mengalahkannya. Kemudian, taktik Joachim Loew yang sudah malang melintang menukangi tim der Panzer sejak 2006 tentu sudah terbilang dapat terbaca oleh pelatih lawan. Ibarat kata, sudah tidak ada faktor kejutan yang dapat diharapkan dari taktik yang disajikan oleh Loew.
Tanda-tanda awal kemenangan Meksiko sebenarnya sudah dapat terbaca pada 55 detik pertama pertandingan dimulai sejak peluit babak pertama ditiup oleh wasit asal Iran bernama Alireza Faghani. Sosok yang tidak asing di dunia persepakbolaan Indonesia karena pernah menjadi wasit asing yang memimpin pertandingan di Liga 1 pada tahun 2017 lalu.
Setelah peluit berbunyi, El Tri langsung menyalak dan menghasilkan peluang pertama sebelum pemain Jerman sempat menyentuh bola. Pergerakan Hector Moreno yang membawa bola dari lapangan tengah memberikan umpan kepada Chicharito yang turun untuk mencari bola. 
Pergerakan Chicharito menghasilkan ruang bagi Carlos Vela, yang kemudian mendapatkan bola dari Chicharito dan selanjutnya Vela memberikan umpan terobosan kepada Hirving Lozano. Untung saja, tendangan pemain sayap PSV Eindhoven ini masih dapat diblok pemain Jerman. Sayangnya, keberuntungan itu tidak berulang pada menit ke-35, setelah Chicharito membawa bola dari lapangan tengah menuju kotak penalti dan kemudian menyodorkan bola kepada Hirving Lozano, yang setelah melakukan gerak tipu kemudian menghujamkan bola ke sisi kanan Manuel Neuer yang tidak berdaya menyetop bola tersebut. Skor 1-0 bertahan hingga peluit panjang tanda pertandingan berakhir.
Meksiko mengambil keuntungan maksimal dari kebiasaan Jerman yang bermental 'mesin diesel', lambat panas namun pada akhirnya akan memberikan performa memuaskan.
Nyatanya? Tidak untuk pertandingan kali ini. Berulang kali terlihat pemain Jerman tampak begitu kaku melakukan distribusi bola, dan juga penyelesaian akhir yang tidak meyakinkan. Kiper Meksiko, Francisco Guillermo Ochoa Magaa, atau Guillermo Ochoa, nama akrabnya, tidak pernah terlihat kerepotan menghalau badai serangan Jerman.
Padahal, suporter Jerman yang telah hapal dengan karakter lambat panas tim kesayangannya tetap yakin bahwa Jerman akan mampu membalikkan keadaan. Sayangnya, keyakinan tersebut menguap seiring berakhirnya pertandingan.
Pemain Jerman berjibaku berebut bola dengan pemain Meksiko
Pemain Jerman berjibaku berebut bola dengan pemain Meksiko
Mengapa hal ini sampai terjadi? Bila menyimak perkataan Joachim Loew, dirinya mengakui bahwa performa pasukannya sangat buruk. 
Memang, sepanjang pertandingan terlihat walaupun Jerman sangat mendominasi pertandingan, tapi pemain Jerman tampak kehilangan akal mencoba membongkar pertahanan kompak Meksiko. Bahkan, 20 menit terakhir, tampak Jerman menguasai permainan dengan mendistribusikan bola di sepertiga lapangan saja, praktis Meksiko sudah terdesak dan tidak mampu keluar dari wilayah pertahanannya sendiri, apalagi membawa bola ke tengah lapangan. Apa yang salah?

Joachim Loew
Joachim Loew

Apakah taktik? Ataukah hal lainnya? Apa yang membuat performa para pemain Jerman begitu buruk? Kekalahan ini seolah melanjutkan tren kekalahan juara bertahan pada pertandingan pertamanya di Piala Dunia.
Yang menarik adalah bila kita mengingat pertandingan pertama juara bertahan pada Piala Dunia 2014. Gelar juara bertahan kala itu disandang oleh Spanyol, dan tidak ada yang menyangsikan bahwa tim matador akan mampu mempertahankan gelarnya. Ternyata? Belanda yang menjadi lawan pertama sang juara bertahan mampu menang dengan skor telak 5-1. Bagaimana bisa?
Pelatih tim de Oranje saat itu, Louis van Gaal memberikan resepnya. LvG mengungkapkan bahwa tim pelatih telah memberikan izin kepada istri, keluarga, dan pacar atau WAGs alias wifes and girlfriends para pemain Belanda untuk mengunjungi hotel tempat para pemain menginap sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah laga melawan Spanyol. Menurutnya, kebebasan tersebut sangat membantu faktor psikologis para pemainnya. Dan memang, kala itu para pemain Belanda terlihat begitu lincah menghadapi Spanyol karena telah 'melepaskan beban' dan dapat bermain begitu gembira.
Hal yang kontras terlihat di tim Jerman saat ini. Kebijakan tim pelatih yang melarang kegiatan seks bagi para pemainnya selama turnamen Piala Dunia berlangsung tampaknya membuat para pemain bermain sambil 'menahan beban yang tidak terlepaskan'. Para pemain terlihat begitu kaku dan muram, serta tentu saja frustasi.
Sebenarnya, tidak salah bila Jerman menerapkan kebijakan 'no seks' kepada para pemainnya. Kebijakan tersebut bertumpu pada anggapan bahwa seks akan memberikan efek negatif pada performa para pesepakbola, karena dinilai bisa membuat pemain menjadi tidak fokus atau kelelahan.
Salah satu studi penelitian di Swiss yang menyinggung kaitan antara seks dengan atlet sepak bola menyebutkan bahwa kapasitas pemulihan para atlet akan terganggu jika mereka berhubungan seks sebelum pertandingan. Namun, penelitian tersebut menggarisbawahi bahwa gangguan tersebut hanya terjadi jika seks dilakukan dua jam sebelum pertandingan atau bahkan kurang dari itu.
Nah, yang tidak disadari dari penelitian tersebut adalah pernyataan yang menyebutkan bahwa sebenarnya aktivitas seksual tidak memberikan pengaruh buruk pada kemampuan atlet ataupun kemampuan konsentrasinya.
Penelitian tersebut pun dikuatkan oleh studi di India tahun 2009 yang memberikan pernyataan bahwa ternyata hubungan seks justru meningkatkan kadar testosteron. Dengan demikian, tingkat energi, kekuatan, agresi, keinginan menang dalam kompetisi serta kemampuan konsentrasi akan menjadi lebih tinggi lagi. Wow!
Bukti lainnya, investigasi yang dilakukan oleh Daily Mail di Piala Dunia 2014. Hasil investigasi tersebut menunjukkan bahwa ternyata ada korelasi antara kebebasan melakukan kegiatan seksual dan prestasi tim di Piala Dunia 2014. Negara peserta yang menerapkan kebijakan melarang para pemain berhubungan seksual di Piala Dunia 2014 ternyata tersingkir lebih dahulu. 
Hal tersebut bertolak belakang dengan pencapaian tim yang menerapkan peraturan lebih santai tentang masalah ini. Lucunya, tim Jerman di 2014 memberikan keleluasaan bagi para pemainnya dalam hal aktivitas seksual. Hasilnya? Jerman mampu merengkuh gelar juara Piala Dunia 2014.
Jadi mungkin ada baiknya bila Joachim Loew dapat mengevaluasi kebijakan 'no seks' yang diterapkan terhadap tim besutannya. Dengan demikian, para pemain dapat 'melepas uneg-uneg' sehingga dapat bermain dengan lincah serta penuh kreativitas. Bila tetap dengan kebijakannya, pemain Jerman akan gundah karena tidak ada 'penyaluran', dan bukan tidak mungkin akan terus memberikan pengaruh buruk bagi permainan tim yang menyebabkan Jerman harus bersiap angkat kaki di babak penyisihan.
Sementara, para suporter tim Jerman pasti akan terus setia mendukung der Panzer. [###]

*Tulisan ini juga telah ditayangkan di kompasiana.com dengan judul yang sama.