Tenaga Kerja Asing Kasar, Realita Pahit Buruh Zaman Now

Masalah ketersediaan lapangan pekerjaan yang diperebutkan para pencari kerja di tanah air, kian terasa menyesakkan dada. Selain harus bersaing dengan tenaga kerja lokal, lapangan kerja yang belum dapat menampung semua pencari kerja ini pun kian sesak dengan serbuan para Tenaga Kerja Asing, atau TKA. Globalisasi ekonomi  memang membuat hal ini tidak terelakkan.
Perkembangan ekonomi dan teknologi yang sangat cepat dalam arus globalisasi memerlukan tenaga ahli untuk dapat menangani hal-hal tersebut. Sesuatu yang belum dapat tertangani oleh tenaga ahli lokal. Itulah sejatinya tujuan penyediaan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Tenaga Kerja Asing (TKA) dihadirkan untuk dapat memberikan tidak sekedar keahliannya, tapi juga harus dengan syarat mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada tenaga-tenaga lokal, untuk kemudian terjadi proses transfer keahlian, transfer teknologi yang seterusnya ditangani oleh tenaga kerja lokal dengan tambahan ilmu baru dari tenaga kerja asing tersebut.

Foto TKA asal Tiongkok (suratkabar.id)
Namun, arus globalisasi menggeser tujuan tersebut. Di tengah pro kontra keberadaan TKA di Indonesia yang memang sudah sensitif dan masih sarat dengan perdebatan di masyarakat, muncul kehebohan baru. Kehebohan di masyarakat dengan adanya temuan ombudsman. Dalam temuan tersebut, ombudsman mengatakan bahwa TKA yang bekerja di Indonesia mendapatkan imbalan yang jauh lebih tinggi dibanding dengan imbalan yang diterima oleh pekerja lokal. Padahal, baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja asing bekerja pada posisi yang sama. “Perbedaan gaji pekerja lokal dan tenaga kerja asing bisa mencapai tiga kali lipat,” demikian kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Komisioner Ombudsman Laode Ida, mengungkapkan bahwa temuan tim di lapangan, terkait banyaknya TKA yang masuk ke Indonesia, ternyata didominasi oleh TKA asal Tiongkok (26/4/2018). (Photo : VIVAnews/Adri Irianto)
Temuan ombudsman tersebut merupakan hasil investigasi selama beberapa bulan, dari bulan Juni hingga Desember 2017 di tujuh Provinsi. Ketujuh provinsi tersebut yaitu Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Banten.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) yang kian hari semakin banyak bersliweran di tanah air ini tidak lagi sekedar TKA dengan label ahli. Namun, sekarang TKA tersebut pun kian menggerogoti  lahan yang selama ini menghidupi tenaga kerja kasar di tanah air. Tidak pelak, temuan ombudsman ini menjadi viral di media sosial dan semakin memupuk keresahan di masyarakat. Resah, karena keberadaan TKA kasar atau unskilled labor ini jelas mengancam penghidupan para tenaga kerja lokal dan keluarganya di tanah air.
Temuan ombudsman seakan menjadi konfirmasi dari yang sudah sering diviralkan di media sosial, mulai dari viralnya video serbuan TKA Tiongkok di Bandara Halu Uleo Kendari, Temuan banyak buruh asing di Papua Barat, maraknya TKA asal Tiongkok di Meikarta, TKA asing di sektor garmen Sukabumi, sampai dengan kekhawatiran TKA asal tiongkok mengambilalih lapangan kerja sektor konstruksi di Jawa Barat.
Peran pemerintah yang seharusnya hadir menjadi pelindung nasib para pekerja lokal  malah seolah mempermudah keberadaan TKA di Indonesia. Mulai dari kebijakan bebas visa bagi 70 negara. Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2016. Bukannya meningkatkan sektor pariwisata, pemerintah justru seolah membuka pintu masuknya tenaga kerja asing, yang banyak di antaranya ilegal. Terakhir, keinginan Presiden Joko Widodo meminta agar izin TKA dipermudah dengan diterbitkannya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing membuat isu ini semakin dipolitisasi. Hal-hal tersebut menjadi realita pahit yang harus diihadapi para buruh, para tenaga kerja lokal di era zaman now, era generasi milenial yang serba instan ini.
Lalu, apakah sudah tidak ada lagi pembelaan untuk para buruh, para tenaga kerja lokal di tanah air tercinta ini? Tentu saja pembelaan ini harus dimulai dari pemangku kebijakan. Dimulai dari pemerintah. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi kembali Perpres nomor 21 Tahun 2016 tentang kebijakan bebas visa yang rentan penyalahgunaan oleh warga asing. Warga asing datang sebagai wisatawan yang berkunjung untuk berlibur, kemudian memanfaatkannya untuk bekerja di tanah air. Pihak imigrasi pun harus memperketat pantauan keberadaan warga asing di tanah air, dan hal ini pun bukan pekerjaan mudah.
Pemerintah juga wajib memberikan penjelasan yang utuh dan transparan tentang Perpres Nomor 20 Tahun 2018. Perpres tersebut,  dibuat untuk mengisi kekosongan aturan yang ketat terhadap keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di tanah air kita. Harap diingat, bahwa semua negara punya aturan ketat bagi TKA, termasuk Indonesia. Selama ini tanpa aturan yang ketat, TKA dapar seenak udelnya  keluar masuk Indonesia. Perpres ini dibuat untuk memperketat aturan main. Segala persyaratan harus dipenuhi, juga disertai dengan sanksi, yang juga ditetapkan dalam perpres tersebut.
Sebagaimana diutarakan oleh Pramono Anung.  Sosok yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet ini  berbicara tentang Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 yang mengatur  tentang Tenaga Kerja Asing (TKA). Sosok senior dari PDI Perjuangan ini mengatakan bahwa perpres tersebut dikeluarkan untuk mempermudah administrasi TKA level manajer ke atas. Pramono Anung menekankan bahwa perpres ini dibuat bukan untuk memudahkan TKA masuk Indonesia.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung (Andhika Prasetia/detikcom)
“Jadi hal yang berkaitan dengan TKA yang dipermudah itu administrasinya. Karena selama ini administrasinya terlalu berbelit-belit, kemudian pengurusannya terlalu lama,” kata Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018).
Paparan dari pemerintah tentang perpres tersebut mungkin bisa menjelaskan kedudukan, maksud dan tujuan dikeluarkannya aturan tersebut. Persoalan apakah itu dapat meredakan keresahan dan kenyataan yang terjadi di masyarakat, masih perlu kerja keras dari pemerintah untuk merangkul buruh, meningkatkan taraf hidup tenaga kerja lokal di tanah air. Realita bagi para buruh, tenaga kerja lokal di era zaman now memang pahit dan suram, tapi walau bagaimanapun, harapan untuk lebih baik harus dijaga. [###]

*Tulisan ini telah dimuat di epicentrum.id dengan judul yang sama.